JADWAL PESANTREN MAHASISWA
Sabtu (Jam 13.00 - 14.45)
Kajian : Tajwidul Qur'an dan Kitab Salaf (Tauhid, Fiqh, dan Akhlak)
di Koridor Selatan Masjid Salman ITB
 (Gratis, terbuka untuk mahasiswa dan umum)
 

muslimah, pesantren mahasiswa bandung, korps dai mahasiswa salman, salman itb, aswaja itb, fiqih wanita
Dalam memberikan hak dan kewajiban Islam selalu menjaga fitrah dan kemampuan yang menjadi asas pemberian taklif itu sendiri.

Dan di sana terdapat beberapa hukum yang dikhususkan untuk wanita, dan yang merata antara laki-laki dengan wanita, dan hukum yang secara umum diperuntukkan untuk semua namun secara far'iyah dan juz'iyahnya dibedakan.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan wanita ada tiga diantaranya:

  1. Suatu perkara yang hanya dialami oleh wanita, hal ini berkaitan dengan fitrah wanita, seperti haid, nifas, dan melahirkan. 
  2. Permasalahan yang menyeluruh, yaitu baik wanita dan laki-laki mengalami hal ini, seperti pada masalah keimanan, i'tiqad (keyakinan), dan masalah usul syari'ah. 
  3. Permasalahan yang dikhususkan untuk semua laki-laki dan wanita, akan tetapi dalam furu' dan juz'iyah dibedakan dan di sinilah pembahasan kita. 


Setiap ibadah hukum syar'i tentu ada hikmah di dalamnya, kenapa Allah mengkhususkan suatu ibadah itu untuk wanita. Terkadang Allah menyebutkan hikmah tersebut secara jelas (eksplisit) namun terkadang hikmah itu masih samar (implisit) 

Dalam masalah bersuci misalnya, tempat yang terkena kencing anak laki-laki yang masih menyusu kepada ibunya, dan belum makan apapun kecuali ASI, berbeda dengan bayi perempuan dalam penyuciannya. Al-Syafi'iyah berpendapat bahwa untuk menyucikan bekas kencing bayi perempuan itu dengan dicuci dan membersihkannya, sedang bayi laki-laki cukup dengan percikan atau disiram.

Dalam hadits Abi Samah Beliau berkata, "Saat saya sedang melayani Nabi, datang Hasan dan Husain kemudian kencing dan membasahi bagian depan pakaian Nabi, kemudian saya datang dan menyucikannya, maka Rasul berkata, 'Dicuci air kencing bayi perempuan, dan dipercikkan air kencing bayi laki-laki'. Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa kencing laki-laki itu lebih ringan menyucikannya”.

Dan dalam masalah khitan, bagi laki-laki khitan sendiri hukumnya wajib, adapun bagi perempuan khitan tidak diwajibkan. Dan dalam cara pengkhitanan pun berbeda, untuk wanita, barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih, dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits - meskipun tidak sampai ke derajat sahih - bahwa Nabi SAW pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita, "Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami" 

Yang dimaksud dengan isymam ialah taqlil (menyedikitkan), dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta'shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.

Adapun khitan bagi laki-laki, maka hal itu termasuk syi'ar Islam, sehingga para ulama menetapkan bahwa apabila Imam kepala negara Islam) mengetahui warga negaranya tidak berkhitan, maka wajiblah ia memeranginya sehingga mereka kembali kepada aturan yang istimewa yang membedakan umat Islam dari lainnya ini adalah ittifaq yang disyariatkan, sebab dari millah Nabi Ibrahim.

Post : himmahfm
Repost : kdmsalmanitb

Posting Komentar Blogger

 
Top